SEMARANG, suaramerdeka.com - Tak banyak anak muda yang memiliki komitmen kuat untuk melestarikan budaya nusantara. Hanya mereka yang memiliki kemauan serta meluangkan waktunyalah, pada akhirnya bisa eksis dan mampu berprestasi. Salah satunya, Gusti Ayu Rus Kartiko, mahasiswa semester dua Fakultas Psikologi Universitas Semarang (USM). Berkat tulisannya, Desa Rahtawu, Jejak Petilasan Wiku Jnanabadra, wanita berusia 29 tahun ini mampu meraih penghargaan tertinggi dari Perpustakaan Nasional (Perpusnas), yakni Anugerah Pustaka Nusantara 2018. Pada awalnya, Gusti tak mengira akan bisa mendapatkan penghargaan ini.
Ketertarikannya menulis karya budaya, terutama berkaitan dengan kebudayaan Budha di Indonesia ini nyatanya bukan hanya bermanfaat bagi umat sesama agamanya tapi juga membuahkan prestasi. Sebagaimana diketahui, Desa Rahtawu yang berlokasi Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus inilah tiga pelestari pendahulu yang telah tiada itu pernah mempopulerkan karya sastra Badra Santi, yakni Bhikkhu Khemasarano, Pandita Raden Panji T Hadi Darsana, serta Pandita Ramadharma S Reksowardojo. Gusti melalui tulisannya mencoba menelusuri jejak Carita Lasem dan Badra Santi, serta Punden Tapaan Mpu Santi Badra. Upaya pelestarian budaya itu atas izin putra pertama Panji T Hadidarsana, yakni Raden Panji Winarno.
''Sejak meninggalnya tiga pelestari pendahulu, naskah karya sastra Badra Santi itu nyaris tak dikenal agama Budha,'' tandas Gusti, Ketua Badra SantiĀ Institute yang tinggal di Jl Semeru Barat, Semarang, Rabu (15/8).