JAKARTA, suaramerdeka.com – Tahun 2018 ini siap diakhiri Yen Jepang sebagai mata uang dengan apresiasi nilai tukar terbesar terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di antara mata uang utama dunia. Sifat sebagai mata uang safe haven yang diburu para investor kala ketidakpastian menjalari sentimen geopolitik sepanjang tahun ini, sudah menguntungkan mata uang Jepang itu.
Menurut Shahab Jalinoos, kepala strategi perdagangam valuta asing di Credit Suisse Group AG., yen bisa kembali membukukan penguatan tahunan keempat berturut-turut terhadap dolar AS, jika tekanan geopolitik terus berlanjut hingga 2019,
“Pemberitaan di Jepang terdengar kurang negatif dibandingkan dengan beberapa tempat lain selama 2018. Hal ini memungkinkan yen untuk memainkan peran semacam aset aman dalam kerangka tahun yang umumnya negatif untuk aset berisiko,” jelas Jalinoos, seperti dilansir dari Bloomberg, Senin (31/12).
Yen sendiri kinerjanya mengungguli mata uang pound sterling Inggris dan euro yang menghadapi tekanan dari Brexit dan krisis anggaran di Italia. Sementara itu, isu perang perdagangan AS-China dan jatuhnya harga minyak menekan mata uang terkait komoditas seperti dolar Kanada. Nilai tukar yen telah naik sekitar 2,2% tahun ini per Jumat malam (28/12/2018) di New York, menjadi 110,27 yen per dolar dari level 112,69.
Di tengah pelemahan dolar AS pada awal tahun, Yen juga sempat menguat, meski kemudian harus menghapus penguatan tersebut pada April. Setelah menyentuh level terlemahnya tahun ini terhadap greenback pada Oktober, nilai tukar yen mampu kembali menguat terhadap dolar AS pada Desember di tengah volatilitas dalam pasar ekuitas.
Dengan minimnya faktor yang dapat mendorong kepercayaan investor terhadap aset berisiko dan pertumbuhan global pada 2019, Jalinoos memperkirakan yen akan tetap menjadi mata uang favorit para investor. Perkiraan rata-rata dalam survei Bloomberg memprediksikan penguatan yen menjadi sekitar 109 per dolar AS pada akhir 2019.