SEMARANG, suaramerdeka.com - Kesadaran para pelaku industri kecil dan menengah (IKM) untuk mematenkan produknya dinilai masih kurang. Padahal ini penting untuk kelangsungan perkembangan IKM itu sendiri.
Hal itu diungkapkan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi V DPR RI Juliari P Batubara saat mengunjungi Kampung Hasta Karya di Kelurahan Pedalangan, Semarang, Jumat (14/9).
"Kesadaran untuk mendaftarkan merek atau produknya saat ini saya lihat masih rendah. Ini sangat rentan untuk ditiru atau dibajak pihaklain. Makanya, sering saya sampaikan pentingnya masalah Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) ini," kata Legislator dari Komisi VI DPR RI yang membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM, dan BUMN tersebut.
Politikus PDI Perjuangan yang akrab disapa Ari itu, menambahkan proses pendaftaran merek untuk dipatenkan memang relatif lama, tetapi memang sudah prosedurnya seperti itu untuk memastikan merek yang diajukan benar-benar belum ada yang memiliki.
"Proses bisa dapat sertifikat merek hampir dua tahun. Tetapi, itu normal karena dari Kementerian Hukum dan HAM harus menunggu yang namanya periode sanggahan," jelasnya.
Ari mengatakan periode sanggahan harus dijalankan untuk kepastian pematenan merek. "Supaya kalau maju nanti tidak terjadi masalah, misalnya ternyata merek tersebut dimiliki orang lain. Kan luar biasa prosesnya kalau harus ganti merek. Namun, penting merek dipatenkan," katanya.
Informasi mengenai persyaratan pengajuan merek, kata dia, sudah demikian mudah didapatkan seiring perkembangan teknologi komunikasi dan informasi sehingga tidak ada kendala yang berarti.
"Normatif saja, didaftarkan. Cuma di situ kan memang harus ada badan hukumnya, apakah PT, CV, atau koperasi. Makanya, yang belum membentuk koperasi bisa segera membentuk," kata Ketua Panja Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) DPR RI itu.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian Kota Semarang Nurjanah menjelaskan ada banyak ibu rumah tangga di Kampung Hasta Karya di Pedalangan, Semarang, yang berwirausaha di kluster batik.
"batik di sini sudah ada yang ber-SNI (Standar Nasional Indonesia), terdiri atas batik tulis, batik cap, dan batik campuran tulis dan cap. Mereka sudah berinovasi dan berkreativitas," katanya.
Selanjutnya, kata Nurjanah, para pengrajin batik itu dilatih agar bisa memiliki sertifikasi, termasuk mengajukan HaKI sehingga produk batik yang mereka ciptakan tidak ditiru maupun diakui orang lain.