JAKARTA, suaramerdeka.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai bahwa Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa produk tembakau bagi Kesehatan masih relevan dengan kondisi industri saat ini.
"PP 109 ini sudah cukup baik dan masih relevan, karena penetapannya telah mempertimbangkan berbagai kepentingan dan disepakati pada waktu itu," kata Direktur industri Minuman, hasil tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin Edy Sutopo saat dihubungi di Jakarta.
Edy memaparkan, aturan tersebut telah mengatur berbagai aspek, termasuk industri hasil tembakau yang berkaitan dengan operasinya.
Menurut Edy, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan evaluasi penerapannya secara menyeluruh, mengingat selama ini hal tersebut belum dilakukan.
Baca Juga: Gelar Audiensi, Nusantara United Sambut Baik Dukungan Kemenpora dan KO
Salah satu evaluasi yang direkomendasikan Kemenperin adalah perlunya meningkatkan edukasi terhadap anak-anak guna menurunkan prevalensi perokok anak.
"Menurut kami, untuk menurunkan prevalensi perokok anak, utamanya adalah edukasi, baik kepada masyarakat luas, melalui pendidikan formal, non formal, hingga keagamaan," ujar Edy.
Kemudian, lanjut Edy, terkait perlindungan bagi masyarakat yang tidak merokok, perlu ditingkatkan fasilitas untuk perokok, bahkan di kawasan tanpa rokok.
Edy menilai, wacana merevisi PP 109 Tahun 2012 saat ini belum perlu dilakukan, karena industri hasil tembakau baru mulai pulih dari dampak pandemi Covid-19.
Baca Juga: BWF Rilis Peringkat Terbaru: Ranking Jojo Naik, Ganda Putra Indonesia Dominasi 5 Besar
"industri rokok sebenarnya masih suffer. Kalau kita lihat pada masa pandemi, pada 2020 terjadi kontraksi -5,78 persen. Pada 2021 meskipun sudah mulai membaik, tapi tetap masih pada posisi kontraksi, yaitu -1,36 persen," ujar Edy.
Terlebih, situasi global yang belum menentu menyebabkan kenaikan bahan baku, bahan penolong, hingga biaya logistik.
Tak tertinggal dampak perang Rusia-Ukraina yang meluas dan memengaruhi pasar di Amerika hingga Eropa, di mana kedua kawasan tersebut terancam resesi.
Baca Juga: Cegah Stunting, Penuhi Asupan Protein Hewani Sejak Masa Kehamilan
Di situasi yang sulit ini, lanjut Edy, Indonesia perlu berhati-hati.
Artikel Terkait
APTI Dukung Pemimpin yang Pro Petani Tembakau pada 2024 Mendatang
Petani Harus Punya Nilai Tawar terkait Harga Tembakau Demi Kesejahteraan
Bukan Hanya Dihisap, Cek 5 Manfaat Tembakau bagi Kesehatan
5 Daerah Penyumbang Tembakau Terbaik, Jawa Tengah Punya 1
4 Jenis Campuran Tembakau Menambah Kenikmatan Tingwe