JAKARTA, suaramerdeka.com - Kebijakan yang diambil pemerintah dengan menaikan cukai rokok yang cukup tinggi pada saat ekonomi Indonesia sedang mengalami resesi adalah hal yang salah.
Harusnya pada saat mengalami resesi ekonomi, kebijakan yang diambil adalah kebijakan yang mendorong pemulihan ekonomi bukan justru memberatkan sektor ekonomi, seperti menaikkan cukai rokok.
Pendapat soal kenaikan cukai rokok, diungkapkan Pengamat kebijakan publik yang juga direktur Public Trust Institute (PTI), Hilmi Rahman Ibrahim.
“kita tidak boleh menutup mata, Industri hasil tembakau nasional kita menyerap jutaan tenaga kerja, menggerakan sektor ekonomi. Sedikit banyak, industri hasil tembakau membantu pemulihan ekonomi dengan menggerakan sektor ekonomi riil," katanya.
Baca Juga: Viral NCT Joget 'Mendung Tanpo Udan', Sandiaga: Ekonomi Kreatif Indonesia Makin Mendunia
Kalau kemudian, pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikan cukai 12,5 persen dan menaikan harga jual eceran, itu memberatkan bahkan dapat mematikan industri hasil tembakau.
"Padahal Industri hasil tembakau justru membantu pemerintah melakukan pemulihan ekonomi,” tegas Hilmi Rahman Ibrahim.
Dosen tetap di Universitas Nasional (Unas) Jakarta ini menegaskan, apa yang dilakukan kementerian keuangan dengan menaikan cukai rokok sebesar 12, 5 persen hampir setiap tahun sekaligus menaikan HJE rokok bukan untuk menurunkan prevalensi masyarakat merokok.
Tapi mendapatkan pemasukan keuangan yang lebih besar dari sektor IHT.
Tujuan atau alasan prevalensi hanya dicari cari, untuk menutupi maksud yang sebenarnya.
Artikel Terkait
Istighosah Koalisi Tembakau: Berharap Pemerintah Meninjau Ulang Regulasi Cukai Rokok
Pelaku Industri dan Buruh Minta Pemerintah Batalkan kenaikan Cukai Rokok
Tarif Cukai Rokok Tiap Tahun Naik, Angka Prevelansi Perokok Tak Menurun Signifikan
APTI Jawa Tengah dan NTB Sepakat Tolak Kenaikan Cukai Rokok, Ini Alasannya
Kenaikan Cukai Rokok yang Besar Matikan IHT dan Rusak Pemulihan Ekonomi