CHICAGO, suaramerdeka.com - Tergelincirnya dolar membuat harga emas menguat sekitar satu persen pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB).
Selain tergelincirnya dolar, penurunan dalam imbal hasil obligasi juga memberikan dukungan terhadap penguatan harga emas.
Untuk pengiriman Februari, kontrak harga emas paling aktif di divisi Comex New York Exchange, melonjak 19,7 dolar AS atau 1,1 persen menjadi ditutup pada 1.818,50 dolar AS per ounce.
Baca Juga: Jaga Momentum Pemulihan Ekonomi 2022, Menko Airlangga: Tingkatkan Koordinasi dan Sinergi
Harga emas berjangka kembali di atas level 1.800 dolar AS, setelah pekan lalu mencatat penurunan mingguan sekitar 1,7 persen, terbesar sejak pekan yang berakhir 26 November.
Meski sering dilihat sebagai lindung nilai terhadap inflasi, emas sangat sensitif terhadap kenaikan suku bunga AS, karena meningkatkan peluang kerugian memegang emas yang tidak memberikan imbal hasil.
"Harga emas naik karena reli imbal hasil obligasi berhenti ketika Ketua Fed Powell mengisyaratkan Fed kemungkinan akan mulai menormalkan kebijakan tahun ini," Analis Pasar Senior OANDA, Ed Moya, menulis dalam sebuah catatan.
Baca Juga: Di Bawah Lakuning Rembulan, Begini Rahasia Watak Sosok Rabu Pon
"Semakin lama emas bertahan di atas 1.800 dolar AS, semakin terganggu harga jualnya."
Fokus sekarang bergeser ke data indeks harga konsumen (IHK) inti AS yang akan dirilis pada Rabu waktu setempat, yang diperkirakan telah meningkat sebesar 5,4 persen secara tahunan pada Desember dari 4,9 persen di bulan sebelumnya.
Artikel Terkait
Harga Emas Menguat, Terangkat Permintaan Logam Safe-Haven
Harga Emas Kembali Naik, Dipicu Indeks Saham Acuan AS Diperdagangkan Lebih Rendah
Emas Berjangka Merosot Tajam Menyusul Isyarat Kenaikan Suku Bunga
Harga Emas Menguat Bangkit dari Kerugian Tajam Sesi Sebelumnya
Emas Berjangka Sedikit Menguat, Terkoreksi Dolar dan Imbas Hasil Obligasi