CHICAGO, suaramerdeka.com - Usai mencatat penurunan mingguan paling tajam sejak akhir November, emas berjangka sedikit menguat pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB) karena terkoreksi
Namun, dolar yang lebih kuat dan imbal hasil obligasi yang meningkat saat investor fokus pada data inflasi utama yang akan dirilis pekan ini membatasi kenaikan harga emas berjangka.
Untuk pengiriman Februari, kontrak emas paling aktif di divisi Comex New York Exchange, terdongkrak 1,4 dolar AS atau 0,08 persen, menjadi ditutup pada 1.798,80 dolar AS per ounce.
Selain itu, emas berjangka masih berada di bawah level 1.800 dolar AS setelah pekan lalu mencatat penurunan mingguan sekitar 1,7 persen, terbesar sejak pekan yang berakhir 26 November.
Baca Juga: Sidang Kasus Laura Anna, Gaga: Apakah Adil Jika Kelalaian Pihak Lain Dibebankan pada Saya?
"Kami mendapat inflasi yang menguntungkan emas, tetapi imbal hasil mendorong harga lebih rendah yang mengarah ke tarik ulur antara dua faktor ini," kata Bob Haberkorn, ahli strategi pasar senior di RJO Futures.
Para analis pasar berpendapat bahwa pasar emas terlihat memiliki resistensi teknis dan fundamental pada 1.800 dolar AS untuk memulai minggu perdagangan baru.
Sentimen pada emas adalah beli dan tahan, dengan harga menetap di kisaran sekitar 1.800 dolar AS, Haberkorn menambahkan.
Setelah dolar menguat di tengah taruhan inflasi AS akan mendukung kenaikan suku bunga yang lebih cepat oleh Federal Reserve AS, imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun melonjak ke level tertinggi dalam dua tahun.
Baca Juga: Rahasia Weton Selasa Pahing pada 11 Januari 2022 Berdasarkan Primbon Jawa
Artikel Terkait
Harga Emas Turun Tajam di Awal Tahun, Tertekan Sentimen Risiko
Harga Emas Menguat, Terangkat Permintaan Logam Safe-Haven
Harga Emas Kembali Naik, Dipicu Indeks Saham Acuan AS Diperdagangkan Lebih Rendah
Emas Berjangka Merosot Tajam Menyusul Isyarat Kenaikan Suku Bunga
Harga Emas Menguat Bangkit dari Kerugian Tajam Sesi Sebelumnya