SEMARANG, suaramerdeka.com - Kalangan kampus berpendapat sistem hukum yang diperlukan bagi penanaman modal asing bersifat ambigu atau menerapkan standar membingungkan.
Hal ini dapat lihat dari diterbitkannya UU 11/2020 Tentang UU Cipta Kerja (Omnibus Law) sebagai aturan untuk membuat daya tarik investasi.
Namun muncul persoalan ketika klausul di dalam UU Cipta Kerja berseberangan dengan UU 24/2000 Tentang Perjanjian Internasional.
Permasalahan ini disinggung ahli hukum Untag Semarang, Bambang Irianto SH MH pada diskusi ilmiah kajian hukum internasional di kampus Pawiyatan Luhur Bendanduwur Gajahmungkur.
Baca Juga: Sempat Ditunda, Seleksi 857 Lowongan Perangkat Desa di Blora Dilanjutkan
Forum yang dibuka resmi Dekan Fakultas Hukum (FH) Prof Dr Edy Lisdiyono ini mengambil tema mengenai "Paradoks Perjanjian Internasional Penanaman Modal Asing".
Diskusi diinisiasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Penelitian dan Jurnal Ilmiah Kampus Untag. Hadir Kepala UPT Dr Markus Suryoutomo dan sejumlah dosen.
"Di satu sisi kebutuhan modal asing ingin dipenuhi dengan dikeluarkannya UU Cipta Kerja sebagai daya tarik investasj. Namun ternyata terdapat kontradiksi dengan pasal 18 huruf H UU Perjanjian Internasional," kata Bambang yang merupakan Dosen Bagian Hukum Internasional.
Sebagai negara berkembang Indonesia membutuhkan investasi secara langsung.
Baca Juga: 2021, Realisasi Pendapatan Pajak dan Retribusi Kabupaten Semarang Melebihi Target
Artikel Terkait
ASEAN Butuh Lebih Banyak Investasi untuk Pendidikan
BEI Kenalkan 'Paham, Punya, dan Pantau', Edukasi Cara Investasi yang Benar
Rentan Tantangan, Ketahanan Pangan ASEAN Butuh Dukungan Lebih Banyak Investasi
Ridwan Kamil Apresiasi Kolaborasi Pemda Subang dan PT Tirta Investasi dalam Pemeliharaan Jalan
4 Tips Simpel Investasi Emas Tanpa Modal Besar dan Optimalkan Keuntungan