CHICAGO, suaramerdeka.com - Pada hari awal perdagangan tahun ini, harga emas turun tajam lebih dari satu persen pada akhir transaksi Senin (Selasa pagi WIB).
Penurunan tajam harga emas usai tertekan meningkatnya sentimen risiko dan imbal hasil obligasi pemerintah AS dengan investor mengabaikan kekhawatiran seputar dampak varian virus corona Omicron.
Untuk pengiriman Februari, kontrak emas paling aktif di divisi Comex New York Exchange, anjlok 28,5 dolar AS atau 1,56 persen menjadi ditutup pada 1.800,10 dolar AS per ounce.
Sementara, di Pasar Spot, emas merosot 1,5 persen menjadi diperdagangkan di 1.800,68 dolar AS per ounce pada pukul 18.37 GMT.
Baca Juga: Transisi Penghapusan Premium Cukup 6 Bulan, Masyarakat Mulai Sadar Dampak Lingkungan
"Imbal hasil obligasi pemerintah yang meningkat, dolar yang lebih kuat, dan sentimen risiko yang meningkat mendorong ekuitas lebih tinggi, memberi tekanan pada pasar emas," kata Bob Haberkorn, ahli strategi pasar senior di RJO Futures.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun yang dijadikan acuan melonjak ke level tertinggi enam minggu di atas 1,6 persen.
Kondisi ini mengurangi daya tarik emas yang tidak memberikan imbal hasil.
Harga emas menandai penurunan tahunan terbesar sejak 2015 pada 2021, mengakhiri tahun dengan turun 3,6 persen.
Baca Juga: Jatuh pada 4 Januari, Ini Rahasia Weton Selasa Kliwon Berdasarkan Primbon Jawa
Artikel Terkait
Emas Tergelincir Terimbas Penguatan Dolar dan Indeks Saham AS
Emas Berjangka Naik Sedikit Lebih TInggi, Berbalik Menguat dari Sesi Sebelumnya
Emas Berjangka Tergelincir Imbas Kenaikan Imbas Hasil Obligasi Pemerintah AS
Harga Emas Naik Tipis pada Akhir Transaksi Sekaligus Hentikan Kerugian
4 Tips Simpel Investasi Emas Tanpa Modal Besar dan Optimalkan Keuntungan