Kebijakan Perdagangan Terbuka, Kunci Pemulihan Ekonomi Indonesia

- Rabu, 10 November 2021 | 09:00 WIB
Ilustrasi pemulihan ekonomi (Geralt / Pixabay)
Ilustrasi pemulihan ekonomi (Geralt / Pixabay)

JAKARTA, suaramerdeka.comkebijakan perdagangan terbuka dan minim hambatan non-tarif dibutuhkan untuk memulihkan perekonomian Indonesia.

Untuk mendukung hal tersebut, Indonesia harus menunjukkan komitmen dan keseriusannya dalam menaati perjanjian dagang internasional, salah satunya melalui penghapusan hambatan non tarif dan juga menghilangkan restriksi (pembatasan) pada perdagangan internasional.

“Wacana pembatasan impor perlu pertimbangan mendalam. Di satu sisi, pembatasan impor dilakukan terkait adanya kekhawatiran soal defisit neraca perdagangan," kata peneliti CIPS, Arumdriya Murwani.

"Di sisi lain, rencana pembatasan impor jangan sampai menjadi bumerang untuk pemerintah. Salah satu dampak yang berpotensi terjadi akibat pembatasan impor adalah menurunnya kualitas produk Indonesia,” jelas Arumdriya.

Baca Juga: Hari Pahlawan Jatuh pada Rabu, Ini Keistimewaannya Menurut Islam

Proteksi dan hambatan non tarif yang diterapkan dalam kebijakan perdagangan ini tercermin dalam peringkat Indonesia di International Trade Barrier Index yang diterbitkan Property Rights Alliance.

Indonesia berada di posisi 80 dari 90 negara pada International Trade Barrier Index 2021, tertinggal jauh dari negara tetangga, seperti Singapura yang berada di posisi pertama dan Malaysia serta Vietnam yang berada di posisi 53 dan 65.

Sementara itu pada indeks serupa yang dikeluarkan pada 2019 lalu, Indonesia berada di posisi 72 dari 86 negara. Penurunan peringkat ini mencerminkan adanya peningkatan pada hambatan perdagangan.

kebijakan seperti ini, lanjutnya, tidak akan berdampak positif dalam jangka panjang karena Indonesia masih sangat bergantung pada impor untuk berbagai bahan baku.

Baca Juga: Emas Menguat ke Level Tertinggi Seiring Pelemahan Dolar dan Penurunan Imbal Hasil Obligasi

Penerapan langkah-langkah non-tarif di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan kenaikan biaya produksi dan dengan demikian mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar internasional.

Birokrasi yang berbelit dan memakan waktu, pembatasan kuota dan perizinan, penentuan waktu impor dan hambatan nontarif lainnya akan berdampak negatif pada investasi dan nilai ekspor dan pada gilirannya dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia secara agregat.

“Saat ini banyak produk Indonesia membutuhkan bahan baku yang tidak dapat disediakan oleh dalam negeri sehingga butuh melewati impor."

"Pembatasan terhadap impor yang berlebihan tidak hanya akan berdampak pada kerugian yang dirasakan negara eksportir, tetapi dapat menghambat pertumbuhan investasi di dalam negeri. Belum lagi produk Indonesia yang diekspor akan mengalami penurunan nilai,” ungkapnya.

Baca Juga: Lima Jus Buah untuk Meredakan Sakit Kepala yang Tidak Tertahankan

Halaman:

Editor: Andika Primasiwi

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X