Harga Minyak Jatuh Setelah Aksi Ambil Untung Menyusul Perkiraan Musim Dingin

- Jumat, 22 Oktober 2021 | 09:30 WIB
Ilustrasi kilang minyak (Terry McGraw from Pixabay)
Ilustrasi kilang minyak (Terry McGraw from Pixabay)

NEW YORK, suaramerdeka.com - Aksi ambil untung setelah perkiraan untuk musim dingin AS yang hangat membuat harga minyak jatuh pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB)

Untuk pengiriman Desember, minyak mentah berjangka Brent terpangkas 1,21 dolar AS menjadi menetap di 84,61 dolar AS per barel, setelah mencapai tertinggi sesi di 86,10 dolar AS, tertinggi sejak Oktober 2018.

Kemudian, untuk pengiriman Desember harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Desember turun 92 sen menjadi ditutup di 82,50 dolar AS per barel.

Kontrak November berakhir Rabu 20 Oktober 2021 di level tertinggi tujuh tahun, di mana aksi ambil untung mengerem reli yang mendorong harga ke level tertinggi tiga tahun di atas 86 dolar AS per barel di awal sesi karena ketatnya pasokan dan krisis energi global.

Baca Juga: Penataan Frekuensi, Gerakkan Rantai Ekonomi dan Hidupkan Peluang Bisnis

Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional yang dirilis Kamis kemarin melaporkan, cuaca musim dingin di sebagian besar Amerika Serikat diperkirakan lebih hangat dari rata-rata.

"Laporan tersebut, yang menunjukkan kondisi yang lebih kering dan lebih hangat di seluruh AS bagian selatan dan timur, memberikan tekanan pada harga minyak," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho.

Harga telah reli pada Rabu (20/10/2021) ketika Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan persediaan minyak mentah dan bahan bakar yang lebih ketat, dengan stok minyak mentah di pusat penyimpanan Cushing, Oklahoma jatuh ke level terendah tiga tahun.

"Pedagang yang telah menetapkan 86 dolar AS sebagai ambang penjualan mereka mengambil kesempatan untuk mengantongi beberapa keuntungan," kata Louise Dickson dari Rystad Energy. 

Baca Juga: Resmikan Gedung Menara, Ini Cerita Mahfud MD soal Keterlibatannya dengan USM

Harga Brent telah meningkat lebih dari 60 persen tahun ini, didukung oleh peningkatan pasokan yang lambat oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya yang dikenal secara kolektif sebagai OPEC+, dan krisis batu bara dan gas global yang telah mendorong pembangkit listrik beralih ke minyak.

Minyak juga mendapat tekanan dari penurunan harga batu bara dan gas alam. Di China, batu bara turun 11 persen, memperpanjang kerugian minggu ini sejak Beijing mengisyaratkan akan melakukan intervensi untuk mendinginkan pasar.

"Dengan penurunan harga batu bara dan gas serta dengan indikator teknis indeks kekuatan relatif masih di wilayah overbought, kemungkinan penurunan tajam, tetapi harga minyak naik," kata Jeffrey Halley, analis di broker OANDA.***

Editor: Andika Primasiwi

Sumber: Antara

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X