JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan, wacana pemulangan 660 WNI eks kombatan Islamic State (IS) ke Tanah Air harus dihentikan. Pihaknya mendukung apapun keputusan yang diambil pemerintah, termasuk menerima kepulangan para eks kombatan IS sepanjang pemerintah siap dengan keefektifan program khusus derakalisasi dan penanaman kembali nilai-nilai kebangsaan terhadap mereka. Namun, dirinya meminta pemerintah memahami suasana kebatinan masyarakat saat ini. Setelah ketidaknyamanan sepanjang tahun politik 2019 lalu, kini masyarakat lebih mendambakan terjaganya stabilitas keamanan dan ketertiban umum. ”Mewujudkan hal ini saja masih tidak mudah, karena di sana sini masih saja ada perilaku intoleran dan diskriminatif,” ujar Bamsoet menanggapi polemik pemulangan WNI eks kombatan IS ke Tanah Air di Jakarta, Minggu (9/2). Sebaliknya, jika pemerintah tidak siap untuk mengantisipasi ekses negatif yang mungkin timbul akibat kepulangan WNI eks kombatan ISIS, sebaiknya segera mengambil keputusan dan menghentikan wacana pemulangan tersebut. Sebab, jika polemik pemulangan WNI eks kombatan IS terus dibiarkan menjadi akan bola liar dan berpotensi merusak kondusivitas di dalam negeri. ”Melihat dinamika yang berkembang saat ini, masyarakat sepertinya lebih mendambakan terjaganya stabilitas keamanan dan ketertiban umum. Sedangkan komunitas pengusaha berharap pemerintah all outmengeliminasi semua hambatan berbisnis. Pada dua agenda inilah hendaknya dijadikan fokus oleh pemerintah,” kata Bamsoet yang juga Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia ini.
Mantan Ketua DPR RI 2014-2019 ini menuturkan, masalah terorisme masih menjadi persoalan serius hingga saat ini. Peristiwa penusukan yang dialami Jenderal purnawirawan TNI Wiranto semasa masih menjabat Menko Polhukam harus dilihat sebagai bukti nyata ancaman itu. Bahkan, sepanjang bulan Desember 2019, Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri masih melakukan penangkapan sejumlah terduga teroris di Yogyakarta, Papua, Aceh hingga Kota Bima di NTB. Jika pemerintah tidak siap dengan program deradikalisasi yang matang dan cermat, akan sangat riskan menerima kehadiran para WNI eks kombatan ISIS. Artinya, memulangkan 660 eks kombatan ISIS tentu saja akan menambah dan membuat masalah semakin pelik. ”Bisa dipastikan bahwa deradikalisasi terhadap mereka menjadi sangat tidak mudah, karena mereka secara sepihak sudah mencampakan status WNI-nya,” kata Bamsoet.
Sikap tegas terkait wacana pemulangan WNI eks IS sebelumnya telah dinyatakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menyatakan, para simpatisan IS tersebut sudah meninggalkan negara. ”Mereka sudah membakar paspornya,” ujar Said Aqil di Gedung PBNU, Jakarta, akhir pekan lalu. Said mengatakan penolakan PBNU ini berlaku untuk pelaku maupun keluarga dari eks simpatisan IS. Pihaknya merasa Indonesia tidak perlu bersikap ramah terhadap WNI di wilayah Timur Tengah itu. ”Mereka pembunuh, pembantai, pemerkosa. Ngapain diramahin,” ujarnya. Menurut Said, penolakan juga dilakukan oleh negara-negara lain terhadap warga negaranya yang bergabung dengan IS. Sehingga seharusnya Indonesia melakukan hal serupa. ”Secara prinsip mereka sudah meninggalkan kewarganegaraan dengan kemauan sendiri. Untuk apa diterima lagi,” ucap dia. Persoalan eks simpatisan IS saat ini menjadi dilema pemerintah. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengatakan, pemerintah masih mempertimbangkan untung rugi memulangkan ratusan WNI eks IS tersebut. Namun yang jelas, jika kembali para WNI eks IS tersebut harus menjalani program deradikalisasi sebelum kembali ke masyarakat.
Tak Lagi WNI