ROMBONGAN lelaki berbaju hitam dan berikat kepala serta perempuan berkebaya berjalan di jalur setapak. Mereka berdoa bersama di Bale Malang untuk membuka acara. Setelahnya, para penghayat kepercayaan itu berjalan menuju Panembahan Mbah Agung Wetan yang disakralkan oleh masyarakat adat Desa Tambaknegara, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas.
Pemandangan itu terlihat kala 200-an penghayat bagian dari masyarakat Kasepuhan Adat Kalitanjung dan Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI) pada gelaran tradisi Anggara Kasih, Senin (26/11). Ketua Kasepuhan Adat Kalitanjung, Muharto (75) yang memimpin ritual, duduk bersila di depan makam. Muharto merapalkan doa dalam bahasa Jawa.
Ia menuturkan, bagi orang Jawa, hari Anggara Kasih atau Selasa Kliwon merupakan waktu yang sakral. Menurut perhitungan penanggalan jawa Alif Rebo Wage (Aboge), hari ini memiliki neptu atau nilai sebelas yang terdiri dari dua angka satu.
Nilai itu kata Muharto merujuk pada kekuasaan Tuhan yang satu dan tak tertandingi. Alam semesta dan segala makhluk tercipta, hidup dan mati atas kuasa Tuhan. "Sangat sakral. Karena angka satu itu mengingatkan dan mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa. Biasanya puasa," kata Muharto.
Setiap hari ini pula, masyarakat adat Kalitanjung melakukan ritual caos sesaji di rumah adat yang disebut Bale Malang. Sesaji terdiri dari hasil perkebunan, pertanian atau ternak warga dan nasi tumpeng. Filosofi sesaji sebagai rasa syukur atas segala kemurahan Tuhan.